Laman

Kamis, 17 November 2011

Akhir Cerita Cinta Bersama Rama


Sore itu, Rama hendak pergi menghadiri perayaan ulang tahun yang diadakan teman dekatnya yang tak lain juga teman dekatku. Andai saja saat itu aku tau akan terjadi sesuatu yang menimpanya, maka sebisa mungkin aku akan melarangnya untuk datang ke acara itu. Aku dan Rama adalah 2 sejoli yang sudah 6 bulan menjalin hubungan dekat, ya bisa dibilang kami menjalin kasih. Seperti biasa, setiap hendak bepergian ke luar rumah Rama selalu mengendarai mobil mewah yang diberikan oleh ayahnya sebagai hadiah karena ia berhasil lolos dalam seleksi pertukaran pelajar ke luar negeri bulan depan. Rama hendak pergi ke acara itu bersama Doni dan Cakra.
Entah mengapa sore itu aku merasakan kegelisahan dan kecemasan akan keadaan Rama. Berkali-kali aku mencoba menarik nafas panjang untuk menenangkan diri tapi kegelisahan dan kecemasan itu masih saja menyelimuti perasaanku. Karena itu, hamper setiap menit aku selalu menanyakan keadaan Rama melalui pesan singkat yang aku kirimkan untuknya. Rama pun terheran karena tak biasanya aku selalu menanyakan keadaannya. Memang dalam keseharianku aku termasuk wanita yang cuek menurutnya.

“Kamu ini kenapa sih ? Dari tadi nanya keadaanku terus , aku baik-baik saja Rara. Nggak usah khawatir deh.” Jawab Rama tiap kali aku menyakan keadaannya.
Tanpa terasa hari sudah larut malam dan aku tetap diselimuti oleh kegelisahan akan keadaan Rama. Aku mencoba untuk tidur agar dapat melupakan kegelisahan ini. Dalam keseharian kami di sekolah, aku dan Rama selalu cekcok karena memperebutkan hal-hal yang serahusnya tidak perlu untuk diperebutkan. Temen-temen di kelasku pun sampai terheran melihat kami yang menjalin hubungan tetapi sangat jarang terlihat akur. Tak jarang aku membuat Rama kesal begitu pula sebaliknya, namun hal itulah yang membuat hari-hariku bersamanya terasa menyenangkan.
Malam itu aku tertidur dan dalam tidurku aku bermimpi Rama meminta maaf dan berpamitan padaku. Entah apa kesalahannya aku pun tak mengerti. Dalam mimpiku raut wajah Rama tampak serius dan berkesan dingin tak seperti dalam kesehariannya yang selalu dipenuhi keceriaan dan canda tawa.
Keesokan harinya saat baru bangun tidur, entah mengapa aku sangat ingin melihat Handphoneku yang aku letakkan di atas meja kecil di dekat tempat tidurku. Terlihat banyak pesan singkat yang masuk di inbox Handphoneku. Saat ku buka salah satu pesan dari sahabatku aku kaget karena isi dari pesan itu adalah ucapan penyemangat untukku agar tetap sabar. Entah apa yang telah terjadi aku tidak tahu karena ia tidak menceritakan apa yang terjadi. Setelah aku buka pesan dari teman-temanku, tanpa tertahan airmataku mulai membasahi pipiku. Ternyata isi pesan dari teman-temanku adalah mengabarkan bahwa Rama telah meninggalkanku untuk selamanya. Aku bingung akan berita ini, karena semalam Rama mengatakan padaku kalu ia dalam keadaan baik-baik saja.
“Apa ini arti dari kegelisahan dan mimpiku semalam ?” Tanyaku tak percaya.
Dengan perasaan gelisah aku segera mengirim pesan singkat untuk Rama. Aku bergegas menuju kamar mandi untuk mandi sembari menunggu kabar dari Rama. Seusai mandi aku kembali melihat Handphoneku dan Rama masih belum membalas pesanku. Perasaanku pun semakin gelisah.  Untuk itu aku lebih memilih menelpon Rama, namun handphone Rama tidak aktif.
“Apa kabar tentang Rama ini benar ?” Tanyaku dalam hati menunggu kepastian.
Dengan terburu-buru aku segera bersiap-siap menuju ke sekolah untuk mengikuti pelajaran seperti biasanya dan sekaligus untuk mengetahui kepastian mengenai keadaan Rama. Selama dalam perjalanan menuju sekolah, airmataku tak henti-henti menetes karena hatiku sungguh tidak tenang. Handphoneku tak pernah sepi karena banyak pesan dari teman-temanku.
Sesampainya di sekolah aku langsung menuju ruang kelasku tanpa menghiraukan orang-orang yang ada di sekitarku. Dari depan kelas, tampak teman-temanku sedang berkabung penuh rasa haru. Dengan terburu-buru aku menghampiri sahabatku, Putri.
“Yang sabar ya Ra, mungkin Tuhan mempunyai rencana lain untukmu dan Rama.” Kata Putri saat aku menghampirinya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Ini ada apa sebenarnya ? Dimana Rama ? Ia kenapa ? Dan apa maksud perkataanmu tadi ?” Tanyaku berontak.
“Rama kecelakaan semalam, ia bersama Doni dan Cakra mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi yang akhirnya terjungkal dan menabrak pembatas jalan. Rama dan Doni tewas di tempat kejadian sementara itu Cakra sedang dalam keadaan kritis di rumah sakit.” Jawab Surya teman kelasku yang mencoba menjelaskan kronologi kejadian yang dialami Rama.
“Serius ? Ini bukan lagi bercanda kan ?” Tanyaku seolah tak percaya
“Mana mungkin kabar duka seperti ini aku jadikan bahan tertawaan. Kamu lihat sendiri kan teman-teman dalam suasana haru ?” Sahut Surya dengan nada tinggi.
Tanpa tertahan airmataku menetes. Rasa tidak percaya dan haru menyelimutiku. Sungguh ingin rasanya aku menuju lokasi kejadian yang menurut teman-temanku tak jauh dari sekolahku. Bel tanda masuk kelas pun berbunyi, aku telah duduk di bangkuku dan mengikuti pelajaran walau tanpa semangat. Hatiku terasa sepi tanpa kehadiran Rama hari ini. Tak terlihat lagi canda tawa Rama yang biasanya selalu meledekku.
Waktu terus berjalan hingga bel tanda pulang sekolah pun berbunyi. Aku segera membereskan alat tulisku dan bergegas keluar sekolah. Aku dan beberapa temanku akan pergi ke rumah sakit Pelita untuk melihat jenasah Rama.
Sesampainya di rumah sakit aku langsung menuju kamar jenasah yang letakknya tak jauh dari pintu masuk rumah sakit. Di depan kamar jenasah tampak keluarga Rama yang sedang menangisi kepergian Rama. Sejak saat itulah aku sangat yakin bahwa berita yang ku dengar itu benar. Aku pun segera masuk untuk melihat jasad Rama terakhir kalinya. Di hadapan jasad Rama aku terdiam sejenak dan airmataku kembali mengalir.
“Apa secepat ini kamu ninggalin aku ? Apa kamu udah nggak saying lagi sama aku ?” Kataku sambil menangis di depan jasad Rama.
“Tenang Rara, kendaikan emosimu iklaskan saja kepergian Rama agar ia tenang di alam sana.” Kata Putri mencoba menenangkanku.
“Tapi kenapa harus secepat ini dia meninggalkanku ?Aku belum sempat mengatakan kalau aku menyayanginya , aku juga balum sempat meminta maaf padanya.” Sahutku.
“Aku yakin Rama tau apa yang kamu rasakan, bahkan aku sangat yakin bahwa Rama sangat menyayangimu. Masalah kepergian Rama mungkin itu sudah ditakdirkan Tuhan. Yang harus kamu lakukan hanya berdoa agar Rama diterima disisi-Nya.” Kata Putri lagi.
“Mungkin apa yang kamu katakana benar Put.  Oke, aku akan mencoba untuk mengiklaskan kepergian Rama walaupun berat.” Jawabku lagi sambil menghusap airmataku.
Tak lama kemudian aku lebih memilih untuk pulang mendahului teman-temanku. Aku pun berpamitan dengan keluarga Rama dan teman-temanku. Dalam perjalanan pulang tak henti-henti aku melihat foto-foto kenanganku bersama Rama yang aku simpan di Handphoneku.
“Aku memang menyayangi Rama tapi mungkin Tuhan lebih menyayanginya. Dan aku yakin Rama akan menjagaku dari alam sana.” Kataku dalam hati.
Walau berat, semua ini harus tetap kujalani. Mungkin mulai saat ini aku dan Rama sudah berbeda dunia namun perasaanku akan tetap aku pertahankan untuknya. Semua kenanganku bersama Rama akan ku simpan dan tak akan pernah kulupakan.
Selamat jalan Rama , aku akan tetap menyayangimu walau aku tak bisa melihatmu lagi. Terimakasih atas semua keceriaan yang telah kamu berikan untukku selama ini. Aku akan berusaha untuk tetap tersenyum walau tanpa hadirmu lagi disisiku. Aku akan selalu mengingatmu dalam hatiku. Semoga kamu tenang di alam sana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar